UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20
TAHUN 2003
TENTANG
SISTEM
PENDIDIKAN NASIONAL
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a) bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia
tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia
yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial;
b) bahwa
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mengamanatkan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan
keimanan dan
ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak
mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur
dengan undangundang;
c) bahwa sistem
pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta
relevansi dan efisiensi
manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai
dengan
tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan
global sehingga
perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara
terencana, terarah,
dan berkesinambungan;
d) bahwa
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional tidak memadai lagi dan perlu
diganti serta perlu
disempurnakan agar sesuai dengan amanat perubahan
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e) bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
b, c, dan d perlu membentuk Undang-Undang tentang
Sistem
Pendidikan Nasional.
Dengan persetujuan bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA
DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN
NASIONAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.
2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
berakar pada nilai-nilai
agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap
terhadap tuntutan perubahan
zaman.
3. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan
komponen pendidikan yang saling
terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional.
4. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan
tertentu.
5. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang
mengabdikan diri dan
diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
6. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen,
konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor,
instruktur, fasilitator, dan sebutan lain
yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi
dalam menyelenggarakan
pendidikan.
7. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta
didik untuk mengembangkan
potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai
dengan tujuan pendidikan.
8. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang
ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai,
dan kemampuan yang
dikembangkan.
9. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan
pada kekhususan tujuan
pendidikan suatu satuan pendidikan.
10. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan
pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal
pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan.
11. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang
terstruktur dan berjenjang yang
terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan tinggi.
12. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di
luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
13. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan
keluarga dan lingkungan.
14. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut.
15. Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang
peserta didiknya terpisah dari pendidik
dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber
belajar melalui teknologi
komunikasi, informasi, dan media lain.
16. Pendidikan berbasis masyarakat adalah
penyelenggaraan pendidikan berdasarkan
kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi
masyarakat sebagai perwujudan
pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
17. Standar nasional pendidikan adalah kriteria
minimal tentang sistem pendidikan di
seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
18. Wajib belajar adalah program pendidikan minimal
yang harus diikuti oleh warga
negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan
pemerintah daerah.
19. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
20. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar.
21. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian,
penjaminan, dan penetapan mutu
pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada
setiap jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban
penyelenggaraan pendidikan.
22. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan
program dalam satuan pendidikan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
23. Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yang
dipergunakan dalam
penyelenggaraan pendidikan yang meliputi tenaga
kependidikan, masyarakat, dana,
sarana, dan prasarana.
24. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang
beranggotakan berbagai unsur
masyarakat yang peduli pendidikan.
25. Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri
yang beranggotakan orang
tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh
masyarakat yang peduli
pendidikan.
26. Warga negara adalah warga negara Indonesia baik
yang tinggal di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia maupun di luar wilayah
Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
27. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia
nonpemerintah yang
mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang
pendidikan.
28. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
29. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten, atau
pemerintah kota.
30. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab
dalam bidang pendidikan nasional.
BAB II
DASAR, FUNGSI DAN TUJUAN
Pasal 2
Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Pasal 3
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung
jawab.
BAB III
PRINSIP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Pasal 4
(1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai
kultural, dan kemajemukan bangsa.
(2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan
yang sistemik dengan sistem
terbuka dan multimakna.
(3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan
dan pemberdayaan
peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
(4) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi
keteladanan, membangun kemauan, dan
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses
pembelajaran.
(5) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan
budaya membaca, menulis, dan
berhitung bagi segenap warga masyarakat.
(6) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan
semua komponen masyarakat
melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu layanan
pendidikan.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA,
ORANG TUA, MASYARAKAT, DAN
PEMERINTAH
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Warga Negara
Pasal 5
(1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang
bermutu.
(2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual, dan/atau
sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
(3) Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang
serta masyarakat adat yang
terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
(4) Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa berhak
memperoleh pendidikan khusus.
(5) Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan
meningkatkan pendidikan
sepanjang hayat.
Pasal 6
(1) Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai
dengan lima belas tahun wajib
mengikuti pendidikan dasar.
(2) Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap
keberlangsungan penyelenggaraan
pendidikan
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Orang Tua
Pasal 7
(1) Orang tua berhak berperan serta dalam memilih
satuan pendidikan dan memperoleh
informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya.
(2) Orang tua dari anak usia wajib belajar,
berkewajiban memberikan pendidikan dasar
kepada anaknya.
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Masyarakat
Pasal 8
Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan
evaluasi program pendidikan.
Pasal 9
Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber
daya dalam penyelenggaraan
pendidikan.
6
Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Pemerintah dan
Pemerintah Daerah
Pasal 10
Pemerintah dan pemerintah daerah berhak mengarahkan,
membimbing, membantu, dan
mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pasal 11
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan
layanan dan kemudahan,
serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang
bermutu bagi setiap warga
negara tanpa diskriminasi.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin
tersedianya dana guna
terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara
yang berusia tujuh sampai
dengan lima belas tahun.
BAB V
PESERTA DIDIK
Pasal 12
(1) Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan
berhak:
a. mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama
yang dianutnya dan
diajarkan oleh pendidik yang seagama;
b. mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan
bakat, minat, dan
kemampuannya;
c. mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang
orang tuanya tidak mampu
membiayai pendidikannya;
d. mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang
tuanya tidak mampu
membiayai pendidikannya;
e. pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan
pendidikan lain yang setara;
f. menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan
kecepatan belajar masingmasing
dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang
ditetapkan.
(2) Setiap peserta didik berkewajiban:
a. menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin
keberlangsungan proses dan
keberhasilan pendidikan;
b. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan,
kecuali bagi peserta didik
yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan
peraturan perundangundangan
yang berlaku.
(3) Warga negara asing dapat menjadi peserta didik
pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
(4) Ketentuan mengenai hak dan kewajiban peserta didik
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB VI
JALUR, JENJANG, DAN JENIS PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 13
(1) Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal,
nonformal, dan informal yang dapat
saling melengkapi dan memperkaya.
(2) Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan dengan sistem
terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak
jauh.
Pasal 14
Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi.
Pasal 15
Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan,
akademik, profesi, vokasi,
keagamaan, dan khusus.
Pasal 16
Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dapat diwujudkan
dalam bentuk satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau masyarakat.
Bagian Kedua
Pendidikan Dasar
Pasal 17
(1) Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang
melandasi jenjang pendidikan
menengah.
(2) Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan
madrasah ibtidaiyah (MI) atau
bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah
pertama (SMP) dan madrasah
tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
(3) Ketentuan mengenai pendidikan dasar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Ketiga
Pendidikan Menengah
Pasal 18
(1) Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan
dasar.
(2) Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan
menengah umum dan pendidikan
menengah kejuruan.
(3) Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah
atas (SMA), madrasah aliyah
(MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah
aliyah kejuruan (MAK),
atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Bagian Keempat
Pendidikan Tinggi
Pasal 19
(1) Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan
setelah pendidikan menengah yang
mencakup program pendidikan diploma, sarjana,
magister, spesialis, dan doktor yang
diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.
(2) Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem
terbuka.
Pasal 20
(1) Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi,
politeknik, sekolah tinggi, institut, atau
universitas.
(2) Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan
pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat.
(3) Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program
akademik, profesi, dan/atau
vokasi.
(4) Ketentuan mengenai perguruan tinggi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Pasal 21
(1) Perguruan tinggi yang memenuhi persyaratan
pendirian dan dinyatakan berhak
menyelenggarakan program pendidikan tertentu dapat
memberikan gelar akademik,
profesi, atau vokasi sesuai dengan program pendidikan
yang diselenggarakannya.
(2) Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara
pendidikan yang bukan perguruan
tinggi dilarang memberikan gelar akademik, profesi,
atau vokasi.
(3) Gelar akademik, profesi, atau vokasi hanya
digunakan oleh lulusan dari perguruan
tinggi yang dinyatakan berhak memberikan gelar
akademik, profesi, atau vokasi.
(4) Penggunaan gelar akademik, profesi, atau vokasi
lulusan perguruan tinggi hanya
dibenarkan dalam bentuk dan singkatan yang diterima
dari perguruan tinggi yang
bersangkutan.
(5) Penyelenggara pendidikan yang tidak memenuhi
persyaratan pendirian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) atau penyelenggara pendidikan
bukan perguruan tinggi yang
melakukan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dikenakan sanksi
administratif berupa penutupan penyelenggaraan
pendidikan.
(6) Gelar akademik, profesi, atau vokasi yang
dikeluarkan oleh penyelenggara
pendidikan yang tidak sesuai dengan ketentuan ayat (1)
atau penyelenggara
pendidikan yang bukan perguruan tinggi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
dinyatakan tidak sah.
(7) Ketentuan mengenai gelar akademik, profesi, atau
vokasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5),
dan ayat (6) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
Pasal 22
Universitas, institut, dan sekolah tinggi yang
memiliki program doktor berhak
memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris
causa) kepada setiap individu yang
layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan
jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang
ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan,
keagamaan, kebudayaan, atau seni.
Pasal 23
(1) Pada universitas, institut, dan sekolah tinggi
dapat diangkat guru besar atau profesor
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(2) Sebutan guru besar atau profesor hanya
dipergunakan selama yang bersangkutan
masih aktif bekerja sebagai pendidik di perguruan
tinggi.
Pasal 24
(1) Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan
ilmu pengetahuan, pada
perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan
kebebasan mimbar akademik serta
otonomi keilmuan.
(2) Perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola
sendiri lembaganya sebagai
pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian
ilmiah, dan pengabdian kepada
masyarakat.
(3) Perguruan tinggi dapat memperoleh sumber dana dari
masyarakat yang
pengelolaannya dilakukan berdasarkan prinsip
akuntabilitas publik.
(4) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan
tinggi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
Pasal 25
(1) Perguruan tinggi menetapkan persyaratan kelulusan
untuk mendapatkan gelar
akademik, profesi, atau vokasi.
(2) Lulusan perguruan tinggi yang karya ilmiahnya
digunakan untuk memperoleh gelar
akademik, profesi, atau vokasi terbukti merupakan
jiplakan dicabut gelarnya.
(3) Ketentuan mengenai persyaratan kelulusan dan
pencabutan gelar akademik, profesi,
atau vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
10
Bagian Kelima
Pendidikan Nonformal
Pasal 26
(1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga
masyarakat yang memerlukan
layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti,
penambah, dan/atau pelengkap
pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan
sepanjang hayat.
(2) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan
potensi peserta didik dengan
penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan
fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
(3) Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan
hidup, pendidikan anak usia
dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan
perempuan, pendidikan
keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan
kerja, pendidikan kesetaraan,
serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta
didik.
(4) Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga
kursus, lembaga pelatihan,
kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat,
dan majelis taklim, serta satuan
pendidikan yang sejenis.
(5) Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi
masyarakat yang memerlukan bekal
pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap
untuk mengembangkan diri,
mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri,
dan/atau melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi.
(6) Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara
dengan hasil program pendidikan
formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan
oleh lembaga yang ditunjuk oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada
standar nasional
pendidikan.
(7) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan
nonformal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5),
dan ayat (6) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
Bagian Keenam
Pendidikan Informal
Pasal 27
(1) Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh
keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
(2) Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diakui sama dengan
pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik
lulus ujian sesuai dengan
standar nasional pendidikan.
(3) Ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan
informal sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar